Saturday, November 28, 2015

Sepuluh Tahun (1)

Kulihat sekilas jam tangan yang hampir tertutup baju lengan panjang orang di sampingku menunjukkan pukul tiga sore. Kukembalikan pandangan keluar jendela tepat melewati muka cantik berkerudung yang sudah hampir tiga jam ini duduk di sampingku. Berarti sudah selama itu kami duduk berdampingan tanpa suara. Sebenarnya banyak yang bisa diisi untuk waktu selama itu. Sering ingin kumulai sedikit percakapan kecil yang bisa mengisi perjalanan ini, tapi setiap melihat wajahnya yang seakan berkata tidak ingin diganggu, membuatku lebih sering membatalkan niatan ini. Hampir tiga jam aku hanya bisa terduduk diam di dalam bus ini, rasa penat sering kucoba melupakannya dengan tidur, tapi tak tahu mengapa mata ini tak kunjung terpejam. Ingin sesekali berdiri menawarkan tempat dudukku pada beberapa perempuan tua yang berdiri tidak mendapati kursi kosong. Tapi kesempatan itu tak kunjung datang. Praktis hanya duduk diam dan sebagai gantinya, memandangi segala sesuatu yang tergeser ke belakang yang terjadi di balik jendela sana. Tampak beberapa genangan air bekas hujan, langit pun masih tak sudi untuk berhenti mencurahkan air. Mendung dan gerimis seakan tak mau berhenti di hari-hari ini. Sering kusempatkan menatap wajah sendu yang memisahkanku dengan jendela terdekatku ini meski dia tak pernah dia menatap balik kearahku. Sesekali kuperhatikan dia memperbaiki kerudungnya, akupun bertanya-tanya kepada diri sendiri, "apakah dia terganggu dengan tatapanku..? ataukah dia yang kegeeran yang memang merasa dirinya cantik yang memang selayaknya diperhatikan seorang pria..? Tidakkah lehernya kelu selama hampir tiga jam terus-terusan menoleh ke samping kirinya..?" Mungkin dia ingin menghindari kontak mata denganku. Tapi apakah harus selama itu..? pernah sesekali kucoba untuk memutar kepala mengacuhkannya dan juga memjamkan mata, tapi yang kusadari selama hampir tiga jam ini, hanya menunduklah satu gerakan kepala yang dia lakukan sebagai ganti tolehan kapalanya tersebut. Mungkin dia benar-benar capek menoleh ke kiri dan benar-benar tidak mau membalikkan wajahnya ke arahku..? aku hanya bisa tertawa dalam hati. Keperhatikan semua orang sedang bersiap-siap untuk pemberhentian terahir ini. Tas, kardus, koper, kresek semuanya dalam genggaman yang punya. Dia yang disampingku pun mulai menarik-narik tas tangan kecil yang dia selipkan di bawah kursi, dan sesekali melihat ke atas, sebuah tas yang agak besar yang dia taruh pertama kali ketika masuk bus ini. Kutawarkan diri untuk mengabilkan tas tersebut, dia tersenyum manis mengangguk disusul dengan ucapan terima kasih. Oh... mengapa tak kau tampakkan senyum ini tiga jam yang lalu, senyum yang selalu kuragukan akan keluar dari wajah cantikmu. Hanya seutas senyummu. Bus berhenti, para penumpang mulai turun. Sengaja aku mundur kebelakang sedikit setelah keluar dari kursi untuk membiarkan si pemilik seutas senyum ini berjalan lebih dahulu di depanku. Ketika memperhatikanku melakukan hal ini, aku melihat matanya yang tak sempat kuperhatikan beberapa saat yang lalu saat dia tersenyum. Mungkin saat itu aku sedang sibuk dengan beberapa lekukan kecil yang ada di pipinya. Tapi kali ini, mata kami bertemu. Beberapa saat kami terdiam, dia langsung menghindar dan berjalan cepat menuruni bus. Aku berjalan di belakangnya, meskipun bisa dibilang, mungkin akan sangat menyenangkan bisa berjalan di sampingnya suatu saat nanti. Hhhhhhh... Kutarik nafas dalam-dalam, udara segar terasa di sini, bertolak jauh dengan suasan bus yang baru selesai kududuki. Kurenggangkan badan, melemaskan otot-otot yang telah terkurung untuk bergerak bebas. Kupandangi langit masih mendung tak karuan dengan sedikit gerimis. Setelah bus yang kutumpangi pergi menjauh kepangkalannya, Mataku berputar mencari sosok yang sudah tiga jam duduk disampingku. Dia berada sekitar sepuluh meter dari tempatku berdiri. Dia berdiri di garis trotoar seakan-akan menunggu seseorang. Baru kusadari keanggunannya ketika dia berdiri tegap dengan kerudung putihnya yang memanjang. Jemari kedua tangannya menggenggam erat tas tangan, dan tas besar yang tidak begitu berat yang sempat singgah di jemariku sekarang bersandar nyaman dipundaknya. Sangat menyenangkan menyaksikan pemandangan sejuk ini. Dia beridiri sendirian di antara gerimis hujan. "Cewek..." terdengar suara wanita setengah baya dari jendela mobil yang datang pelan menghampirinya. Seketika hilanglah kesejukan ini. Dia tersenyum cemberut mendapati wanita tersebut keluar dari mobil ingin memeluknya. Sedikit percakapan diantara mereka yang tidak kudengar. Si wanita tua membukaan pintu belakang mobil, dia masuk mobil kemudian disusul wanita tersebut. Pintu mobil ditutup dan segera menjauh menghilang. Sebenarnya aku yakin beberapa saat sebelum masuk mobil tersebut, dia akan memutar pandangan dan mungkin akan melayangkan pandangannya kepadaku. Tapi semuanya terjadi begitu cepat, aku telah menyaksikan semuanya. Aku hanya bisa melihat semuanya. Bersambung..

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/terimakasih/sepuluh-tahun-1_552adfda6ea8342221552d05
Kulihat sekilas jam tangan yang hampir tertutup baju lengan panjang orang di sampingku menunjukkan pukul tiga sore. Kukembalikan pandangan keluar jendela tepat melewati muka cantik berkerudung yang sudah hampir tiga jam ini duduk di sampingku. Berarti sudah selama itu kami duduk berdampingan tanpa suara. Sebenarnya banyak yang bisa diisi untuk waktu selama itu. Sering ingin kumulai sedikit percakapan kecil yang bisa mengisi perjalanan ini, tapi setiap melihat wajahnya yang seakan berkata tidak ingin diganggu, membuatku lebih sering membatalkan niatan ini. Hampir tiga jam aku hanya bisa terduduk diam di dalam bus ini, rasa penat sering kucoba melupakannya dengan tidur, tapi tak tahu mengapa mata ini tak kunjung terpejam. Ingin sesekali berdiri menawarkan tempat dudukku pada beberapa perempuan tua yang berdiri tidak mendapati kursi kosong. Tapi kesempatan itu tak kunjung datang. Praktis hanya duduk diam dan sebagai gantinya, memandangi segala sesuatu yang tergeser ke belakang yang terjadi di balik jendela sana. Tampak beberapa genangan air bekas hujan, langit pun masih tak sudi untuk berhenti mencurahkan air. Mendung dan gerimis seakan tak mau berhenti di hari-hari ini. Sering kusempatkan menatap wajah sendu yang memisahkanku dengan jendela terdekatku ini meski dia tak pernah dia menatap balik kearahku. Sesekali kuperhatikan dia memperbaiki kerudungnya, akupun bertanya-tanya kepada diri sendiri, "apakah dia terganggu dengan tatapanku..? ataukah dia yang kegeeran yang memang merasa dirinya cantik yang memang selayaknya diperhatikan seorang pria..? Tidakkah lehernya kelu selama hampir tiga jam terus-terusan menoleh ke samping kirinya..?" Mungkin dia ingin menghindari kontak mata denganku. Tapi apakah harus selama itu..? pernah sesekali kucoba untuk memutar kepala mengacuhkannya dan juga memjamkan mata, tapi yang kusadari selama hampir tiga jam ini, hanya menunduklah satu gerakan kepala yang dia lakukan sebagai ganti tolehan kapalanya tersebut. Mungkin dia benar-benar capek menoleh ke kiri dan benar-benar tidak mau membalikkan wajahnya ke arahku..? aku hanya bisa tertawa dalam hati. Keperhatikan semua orang sedang bersiap-siap untuk pemberhentian terahir ini. Tas, kardus, koper, kresek semuanya dalam genggaman yang punya. Dia yang disampingku pun mulai menarik-narik tas tangan kecil yang dia selipkan di bawah kursi, dan sesekali melihat ke atas, sebuah tas yang agak besar yang dia taruh pertama kali ketika masuk bus ini. Kutawarkan diri untuk mengabilkan tas tersebut, dia tersenyum manis mengangguk disusul dengan ucapan terima kasih. Oh... mengapa tak kau tampakkan senyum ini tiga jam yang lalu, senyum yang selalu kuragukan akan keluar dari wajah cantikmu. Hanya seutas senyummu. Bus berhenti, para penumpang mulai turun. Sengaja aku mundur kebelakang sedikit setelah keluar dari kursi untuk membiarkan si pemilik seutas senyum ini berjalan lebih dahulu di depanku. Ketika memperhatikanku melakukan hal ini, aku melihat matanya yang tak sempat kuperhatikan beberapa saat yang lalu saat dia tersenyum. Mungkin saat itu aku sedang sibuk dengan beberapa lekukan kecil yang ada di pipinya. Tapi kali ini, mata kami bertemu. Beberapa saat kami terdiam, dia langsung menghindar dan berjalan cepat menuruni bus. Aku berjalan di belakangnya, meskipun bisa dibilang, mungkin akan sangat menyenangkan bisa berjalan di sampingnya suatu saat nanti. Hhhhhhh... Kutarik nafas dalam-dalam, udara segar terasa di sini, bertolak jauh dengan suasan bus yang baru selesai kududuki. Kurenggangkan badan, melemaskan otot-otot yang telah terkurung untuk bergerak bebas. Kupandangi langit masih mendung tak karuan dengan sedikit gerimis. Setelah bus yang kutumpangi pergi menjauh kepangkalannya, Mataku berputar mencari sosok yang sudah tiga jam duduk disampingku. Dia berada sekitar sepuluh meter dari tempatku berdiri. Dia berdiri di garis trotoar seakan-akan menunggu seseorang. Baru kusadari keanggunannya ketika dia berdiri tegap dengan kerudung putihnya yang memanjang. Jemari kedua tangannya menggenggam erat tas tangan, dan tas besar yang tidak begitu berat yang sempat singgah di jemariku sekarang bersandar nyaman dipundaknya. Sangat menyenangkan menyaksikan pemandangan sejuk ini. Dia beridiri sendirian di antara gerimis hujan. "Cewek..." terdengar suara wanita setengah baya dari jendela mobil yang datang pelan menghampirinya. Seketika hilanglah kesejukan ini. Dia tersenyum cemberut mendapati wanita tersebut keluar dari mobil ingin memeluknya. Sedikit percakapan diantara mereka yang tidak kudengar. Si wanita tua membukaan pintu belakang mobil, dia masuk mobil kemudian disusul wanita tersebut. Pintu mobil ditutup dan segera menjauh menghilang. Sebenarnya aku yakin beberapa saat sebelum masuk mobil tersebut, dia akan memutar pandangan dan mungkin akan melayangkan pandangannya kepadaku. Tapi semuanya terjadi begitu cepat, aku telah menyaksikan semuanya. Aku hanya bisa melihat semuanya. Bersambung..

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/terimakasih/sepuluh-tahun-1_552adfda6ea8342221552d05
Kulihat sekilas jam tangan yang hampir tertutup baju lengan panjang orang di sampingku menunjukkan pukul tiga sore. Kukembalikan pandangan keluar jendela tepat melewati muka cantik berkerudung yang sudah hampir tiga jam ini duduk di sampingku. Berarti sudah selama itu kami duduk berdampingan tanpa suara. Sebenarnya banyak yang bisa diisi untuk waktu selama itu. Sering ingin kumulai sedikit percakapan kecil yang bisa mengisi perjalanan ini, tapi setiap melihat wajahnya yang seakan berkata tidak ingin diganggu, membuatku lebih sering membatalkan niatan ini. Hampir tiga jam aku hanya bisa terduduk diam di dalam bus ini, rasa penat sering kucoba melupakannya dengan tidur, tapi tak tahu mengapa mata ini tak kunjung terpejam. Ingin sesekali berdiri menawarkan tempat dudukku pada beberapa perempuan tua yang berdiri tidak mendapati kursi kosong. Tapi kesempatan itu tak kunjung datang. Praktis hanya duduk diam dan sebagai gantinya, memandangi segala sesuatu yang tergeser ke belakang yang terjadi di balik jendela sana. Tampak beberapa genangan air bekas hujan, langit pun masih tak sudi untuk berhenti mencurahkan air. Mendung dan gerimis seakan tak mau berhenti di hari-hari ini. Sering kusempatkan menatap wajah sendu yang memisahkanku dengan jendela terdekatku ini meski dia tak pernah dia menatap balik kearahku. Sesekali kuperhatikan dia memperbaiki kerudungnya, akupun bertanya-tanya kepada diri sendiri, "apakah dia terganggu dengan tatapanku..? ataukah dia yang kegeeran yang memang merasa dirinya cantik yang memang selayaknya diperhatikan seorang pria..? Tidakkah lehernya kelu selama hampir tiga jam terus-terusan menoleh ke samping kirinya..?" Mungkin dia ingin menghindari kontak mata denganku. Tapi apakah harus selama itu..? pernah sesekali kucoba untuk memutar kepala mengacuhkannya dan juga memjamkan mata, tapi yang kusadari selama hampir tiga jam ini, hanya menunduklah satu gerakan kepala yang dia lakukan sebagai ganti tolehan kapalanya tersebut. Mungkin dia benar-benar capek menoleh ke kiri dan benar-benar tidak mau membalikkan wajahnya ke arahku..? aku hanya bisa tertawa dalam hati. Keperhatikan semua orang sedang bersiap-siap untuk pemberhentian terahir ini. Tas, kardus, koper, kresek semuanya dalam genggaman yang punya. Dia yang disampingku pun mulai menarik-narik tas tangan kecil yang dia selipkan di bawah kursi, dan sesekali melihat ke atas, sebuah tas yang agak besar yang dia taruh pertama kali ketika masuk bus ini. Kutawarkan diri untuk mengabilkan tas tersebut, dia tersenyum manis mengangguk disusul dengan ucapan terima kasih. Oh... mengapa tak kau tampakkan senyum ini tiga jam yang lalu, senyum yang selalu kuragukan akan keluar dari wajah cantikmu. Hanya seutas senyummu. Bus berhenti, para penumpang mulai turun. Sengaja aku mundur kebelakang sedikit setelah keluar dari kursi untuk membiarkan si pemilik seutas senyum ini berjalan lebih dahulu di depanku. Ketika memperhatikanku melakukan hal ini, aku melihat matanya yang tak sempat kuperhatikan beberapa saat yang lalu saat dia tersenyum. Mungkin saat itu aku sedang sibuk dengan beberapa lekukan kecil yang ada di pipinya. Tapi kali ini, mata kami bertemu. Beberapa saat kami terdiam, dia langsung menghindar dan berjalan cepat menuruni bus. Aku berjalan di belakangnya, meskipun bisa dibilang, mungkin akan sangat menyenangkan bisa berjalan di sampingnya suatu saat nanti. Hhhhhhh... Kutarik nafas dalam-dalam, udara segar terasa di sini, bertolak jauh dengan suasan bus yang baru selesai kududuki. Kurenggangkan badan, melemaskan otot-otot yang telah terkurung untuk bergerak bebas. Kupandangi langit masih mendung tak karuan dengan sedikit gerimis. Setelah bus yang kutumpangi pergi menjauh kepangkalannya, Mataku berputar mencari sosok yang sudah tiga jam duduk disampingku. Dia berada sekitar sepuluh meter dari tempatku berdiri. Dia berdiri di garis trotoar seakan-akan menunggu seseorang. Baru kusadari keanggunannya ketika dia berdiri tegap dengan kerudung putihnya yang memanjang. Jemari kedua tangannya menggenggam erat tas tangan, dan tas besar yang tidak begitu berat yang sempat singgah di jemariku sekarang bersandar nyaman dipundaknya. Sangat menyenangkan menyaksikan pemandangan sejuk ini. Dia beridiri sendirian di antara gerimis hujan. "Cewek..." terdengar suara wanita setengah baya dari jendela mobil yang datang pelan menghampirinya. Seketika hilanglah kesejukan ini. Dia tersenyum cemberut mendapati wanita tersebut keluar dari mobil ingin memeluknya. Sedikit percakapan diantara mereka yang tidak kudengar. Si wanita tua membukaan pintu belakang mobil, dia masuk mobil kemudian disusul wanita tersebut. Pintu mobil ditutup dan segera menjauh menghilang. Sebenarnya aku yakin beberapa saat sebelum masuk mobil tersebut, dia akan memutar pandangan dan mungkin akan melayangkan pandangannya kepadaku. Tapi semuanya terjadi begitu cepat, aku telah menyaksikan semuanya. Aku hanya bisa melihat semuanya. Bersambung..

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/terimakasih/sepuluh-tahun-1_552adfda6ea8342221552d05
Kulihat sekilas jam tangan yang sedikit tertutup lengan panjang baju orang di sampingku menunjukkan pukul tiga sore. Kukembalikan pandangan keluar jendela tepat melewati muka cantik berkerudung yang sudah hampir tiga jam ini duduk di sampingku. Berarti sudah selama itu kami duduk berdampingan tanpa suara. Sebenarnya banyak yang bisa diisi untuk waktu selama itu. Sering ingin kumulai sedikit percakapan kecil yang bisa mengisi perjalanan ini, tapi setiap melihat wajahnya yang seakan berkata tidak ingin diganggu, membuatku lebih sering membatalkan niatan ini.

Hampir tiga jam aku hanya bisa terduduk diam di dalam bus ini, rasa penat sering kucoba melupakannya dengan tidur, tapi tak tahu mengapa mata ini tak kunjung terpejam. Ingin sesekali berdiri menawarkan tempat dudukku pada beberapa perempuan tua yang berdiri tidak mendapati kursi kosong. Tapi kesempatan itu tak kunjung datang. Praktis hanya duduk diam dan sebagai gantinya, memandangi segala sesuatu yang tergeser ke belakang yang terjadi di balik jendela sana. Tampak beberapa genangan air bekas hujan, langit pun masih tak sudi untuk berhenti mencurahkan air. Mendung dan gerimis telah menjadi kebiasaan di hari-hari ini.

Sering kusempatkan menatap wajah sendu yang memisahkanku dengan jendela terdekatku, meski dia tak pernah dia menatap balik kearahku. Sesekali kuperhatikan dia memperbaiki kerudungnya, akupun bertanya-tanya kepada diri sendiri, "apakah dia terganggu dengan tatapanku..? ataukah dia yang kegeeran yang memang merasa dirinya cantik yang memang selayaknya diperhatikan seorang pria..? Tidakkah lehernya kelu selama hampir tiga jam terus-terusan menoleh ke samping kirinya..?" Mungkin dia ingin menghindari kontak mata denganku. Tapi apakah harus selama itu..? pernah sesekali kucoba untuk memutar kepala dan tak mengacuhkannya, tapi yang kusadari selama hampir tiga jam ini, hanya menunduklah satu gerakan kepala yang dia lakukan sebagai ganti tolehan kapalanya tersebut. Mungkin dia benar-benar capek menoleh ke kiri dan benar-benar tidak mau membalikkan wajahnya ke arahku..? aku hanya bisa tertawa dalam hati.

Keperhatikan semua orang sedang bersiap-siap untuk pemberhentian terahir ini. Tas, kardus, koper, kresek semuanya dalam genggaman yang punya. Dia yang disampingku pun mulai menarik-narik tas tangan kecil yang dia selipkan di bawah kursi, dan sesekali melihat ke atas, sebuah tas yang agak besar yang dia taruh pertama kali ketika masuk bus ini. Kutawarkan diri untuk mengabilkan tas tersebut, dia tersenyum manis mengangguk disusul dengan ucapan terima kasih. Oh... mengapa tak kau tampakkan senyum ini tiga jam yang lalu, senyum yang selalu kuragukan akan keluar dari wajah cantikmu.

Bus berhenti, para penumpang mulai turun. Sengaja aku mundur kebelakang sedikit setelah keluar dari kursi untuk membiarkan si pemilik seutas senyum ini berjalan lebih dahulu di depanku. Ketika memperhatikanku melakukan hal ini, aku melihat matanya yang tak sempat kuperhatikan beberapa saat yang lalu saat dia tersenyum. Mungkin saat itu aku sedang sibuk dengan beberapa lekukan kecil yang ada di pipinya. Tapi kali ini, mata kami bertemu. Beberapa saat kami terdiam, dia langsung menghindar dan berjalan cepat menuruni bus. Aku berjalan di belakangnya, meskipun bisa dibilang, akan sangat menyenangkan jika bisa berjalan di sampingnya suatu saat nanti.

Hhhhhhh... Kutarik nafas dalam-dalam, udara segar terasa di sini, bertolak jauh dengan suasana bus yang baru kutinggalkan. Kurenggangkan badan, melemaskan otot-otot yang telah terkurung untuk bergerak bebas. Kupandangi langit masih mendung dengan sedikit gerimis. Setelah bus yang kutumpangi pergi menjauh kepangkalannya, Mataku berputar mencari sosok yang sudah tiga jam tadi duduk disampingku. Dia berada sekitar sepuluh meter dari tempatku berdiri. Dia berdiri di garis trotoar menunggu seseorang. Baru kusadari keanggunannya ketika dia berdiri tegap dengan kerudung putihnya yang memanjang. Jemari kedua tangannya menggenggam erat tas tangan, dan tas besar yang tidak begitu berat yang sempat singgah di jemariku sekarang bersandar nyaman dipundaknya. Sangat menyenangkan menyaksikan pemandangan sejuk ini. Dia beridiri sendirian di antara gerimis hujan.

"Cewek..." terdengar suara wanita setengah baya dari jendela mobil yang datang pelan menghampirinya. Seketika hilanglah kesejukan ini. Dia tersenyum cemberut mendapati wanita tersebut keluar dari mobil dan memeluknya. Sedikit percakapan diantara mereka yang tidak kudengar. Si wanita tua membukaan pintu belakang mobil, dia masuk mobil kemudian disusul wanita tersebut. Pintu mobil ditutup dan segera menjauh menghilang. Sebenarnya aku yakin beberapa saat sebelum masuk mobil tersebut, dia akan memutar pandangan dan mungkin akan melayangkan sedikit tatapan kepadaku. Tapi semuanya terjadi begitu cepat, aku telah menyaksikan semuanya. Aku hanya bisa melihat semuanya.

Bersambung di sini

No comments:

Post a Comment